Jumat, April 03, 2009

CALEG "BONEK" KE LAUT AJA!!!

Semakin mendekati hari Pemilu, saya semakin pesimis bahwa Pemilu akan menghasilkan para wakil rakyat yang berkualitas dan jujur sehingga nantinya akan membawa perbaikan akan nasib bangsa ini.

Kepesimisan saya karena beberapa bulan ini dengan tidak sengaja, saya bertemu dengan berbagai caleg dari berbagai partai. Para caleg tersebut meminta dukungan, baik suara maupun dana. Hanya sedikit dari caleg-caleg itu yang saya pikir mempunyai kemampuan. Bahkan banyak dari mereka yang “bonek’ alias tidak tahu diri karena keterbatasan kemampuan otak dan modal yang dipunyai. Apalagi kalau diingat saya pernah mempunyai keinginan menjadi pengurus partai politik.

Ceritanya beberapa tahun lalu, saya mendaftar mau menjadi anggota partai baru yang dipimpin oleh beberapa orang yang mempunyai nama besar. Keinginan menjadi anggota partai waktu bukan bertujuan suatu saat saya akan mendaftar menjadi caleg tetapi murni untuk memperluas jaringan bisnis yang saya rintis. Tujuan lainnya saya ingin mempunyai “backing” untuk usaha bisnis saya dari preman-preman, baik preman berdasi maupun tidak. Ya, telah beberapa kali terjadi keributan di tempat usaha saya dan beberapa kali pula saya mengalah karena “kalah pasukan” dari para preman ini.

Tapi tidak seperti yang saya harapkan, saya tidak pernah dikontak ataupun diberitahu bahwa saya ditolak atau tidak setelah berkas pendaftaran saya serahkan. Setelah menunggu berbulan-bulan akhirnya saya yakin saya tidak diterima oleh Partai tersebut. “Gile bener nih partai,” kata saya dalam hati, “seleksinya ketat sekali, untuk orang yang sudah mempunyai pengalaman dimana-mana dan latar belakang pendidikan di universitas yang mempunyai nama saja, saya tidak diterima.”

Ternyata, keyakinan saya tidak demikian. Beberapa bulan yang lalu saya bertemu dengan beberapa caleg dari suatu Partai yang saya lamar dulu itu. Terkejut sekali saya, melihat kualitas orang semacam itu bisa menjadi caleg partai ? Maaf, orang ini jauh sekali kualitasnya di bawah saya. Modalnya pintar ngomong saja tetapi tidak ada isinya. Setelah saya kenal lebih dekat, mereka umumnya memang sudah lama ada di gelanggang politik dan menjadi kutu loncat dari satu partai ke partai lain. Banyak yang dari mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan memakai partai untuk mendapatkan pekerjaan atau calo proyek dari BUMN/D dan instansi pemerintah.

Kalau kita melihat sejarah masa lalu ketika beberapa pemuda mendirikan perkumpulan Budi Utomo tahun 1908. Beda sekali dengan kualitasnya dengan sebagian besar caleg.
Saat itu pemikiran para pemuda murni untuk perbaikan nasib bangsa dan rakyat karena mereka berasal dari kaum elit dan berpendidikan. Saat ini, sebenarnya kondisi sekarang tidak jauh berbeda dengan kondisi yang lalu, banyak rakyat yang hidup miskin. Bahkan seperti yang sering dikatakan Rizal Ramli dalam pidato-pidato, sebagian besar rakyat belum “merdeka” secara ekonomi. Maka yang dibutuhkan bukan caleg-caleg yang berorientasi untuk kekayaan mereka sendiri atau partai tetapi justru fokus pada perbaikan kesejahteraan rakyat dan perbaikan nasib bangsa ini.

Satu lagi yang bikin saya pesimis dalam PEMILU adalah iklan dari partai tertentu yang bilang bahwa kemiskinan di Indonesia berkurang. Bagi saya itu pembohongan publik. Selama satu bulan terakhir ini saya sedang mengaudit suatu lembaga yang memberikan kredit mikro kepada masyarakat miskin. Setelah lima tahun berjalan, lembaga ini tiap tahun mengalami kerugian yang besar dan semakin besar saja kredit yang tidak tertagih alias macet. Ini artinya kondisi masyarakat miskin tidak berubah bahkan mungkin semakin sulit karena memang situasi perekonomian semakin sulit saja.

Masyarakat harus sadar, jangan memilih caleg-caleg bonek ini. Caranya kagak usah pusing, pakai saja cara tradisional seperti waktu memilih pasangan hidup. Bobot, Bibit, Bebet . Jangan cepat berprasangka bahwa nasihat kuno ini hanyalah bertujuan materi tetapi tujuannya adalah berhati-hati agar tidak menyesal nantinya.

Sebelum memilih, harus yakinkan dulu tentang Caleg, dalam hal :

BOBOT = nilai pribadi/ diri yang bersangkutan; disini termasuk kepribadian, pendidikan dan kepintarannya; pekerjaan dan penghidupannya; juga nilai pribadi dan imannya.
Jika caleg itu mempunyai misi pemberantasan kemiskinan coba lihat track record pekerjaannya. Apakah selama ini caleg tersebut memang sudah aktif bekerja dalam bidang pemberantasan kemiskinan.

BIBIT = asal usul /keturunan / silsilah termasuk keluarga.
Semakin baik nilai Caleg jika berasal dari keluarga yang harmonis, saudara/ri sukses dalam pekerjaan dan pendidikan.

BEBET = lingkungannya; Di mana ia biasa bergaul dan dengan siapa ia bergaul. Kalau biasa bergaul dengan orang-rang Bank Dunia/IMF maka kemungkingan besar pemikirannya adalah Kapitalis. Kalau biasa jadi calo proyek, nanti kalau kepilih pasti jadi calo proyek dan calo anggaran.

Jika cara ini dipergunakan masyarakat, apa yang bisa dilakukan oleh caleg-caleg “Bonek” ?
Ke Laut aja sono….

Minggu, Februari 08, 2009

Pemekaran Daerah Taput : Bukti Pemerintah Belum Mensejahterakan Rakyat Taput!

Demo pemekaran Propinsi Taput akhirnya antiklimaks, memakan korban Ketua DPRD Sumut.
Serasa mendapat angin, semua pihak termasuk Presiden SBY langsung menyalahkan masalah pemekaran. Pihak berwenang langsung mencari siapa saja penanggung jawab demo. Mengapa demo ini bisa terjadi tidak ada yang mau menggalinya.

Terkait masalah pemekaran, ada akar permasalahan yang belum terjawab. Apakah selama ini, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat sudah menjalankan tugasnya untuk mensejahterakan rakyat, khususnya rakyat Taput. Sayangnya fakta tidak menunjukan demikian. Tahun 1990-1993 saya bertugas sebagai auditor pemerintah di sana. Daerah Tapanuli Utara termasuk daerah yang tertinggal. Ironisnya di sana terdapat Danau Toba yang merupakan obyek wisata yang sudah dikenal di s,eluruh dunia. Berbeda dengan obyek wisata lain seperti di Bali yang juga mendunia, pengelolaan pariwisata di sana tidak ada peningkatan. Selama tahun 1990 -1993 sebagai auditor saya tahu pasti bahwa jajaran pemerintah daerah sana korup. Tidak heran kalau SUMUT kependekan dari SEMUA URUSAN MESTI UANG TUNAI !!!

Akhir Desember 2008 yang lalu saya mengunjungi kampung saya di tengah-tengah pulau Samosir, jika dibandingkan ketika tahun 1990 saya berada disana, menarik fakta yang ada untuk diperhatikan para penentang usulan pemekaran propinsi TAPUT

Tahun 1990 untuk sampai ke kampung saya di tengah pulau Samosir terpaksa saya harus naik kapal motor melintas di Danau Toba karena jalan darat dari Tomok sampai kampung saya belum diaspal alias masih jalan tanah, pasir dan batu. Perjalanan dengan kapal motor selama 2-3 jam. Jika musim ombak maka perjalanan dengan kapal motor ini resikonya besar. Sudah banyak kapal motor yang tenggelam di Danau Toba.
Untuk naik kapal motor ini saya harus naik dari Ajibata, pelabuhan kecil dan darurat sekali. Maaf, kotor dan jorok sekali. Apalagi kalau hujan.

Tahun 2008 hasrat saya untuk menyelusuri jalan darat sepanjang pulau Samosir terpaksa saya batalkan mendengar informasi jalan dari Tomok sampai dengan kampung saya rusak karena banyak lubang. Terpaksalah kembali saya naik kapal motor . Bagaimana kondisi pelabuhan kecil Ajibata ? Betul kata anda. Kotor dan Jorok.

Tahun 1990 kalau saya ingin mandi dan buang air besar. Dengan “senang hati” saya melakukannya di danau Toba yang jaraknya ada 1-2 kilo dari rumah. Saat itu air danau toba masih jernih dan bersih. Suasananya pun masih sepi sehingga “nyaman” sekali melepas “hasrat” tersebut sambil melihat keindahan danau toba dan penggunungan yang mengitari danau, sesekali desiran ombak terdengar merdu di telinga(seperti lagu Antara Anyer dan Jakarta yang dinyanyikan Sheilla Majid) membuat saya betah berlama-lama. Pikir saya sesekali hidup primitive kagak apa deh. (hehehe)

Tahun 2008 Karena kampung saya ada di daerah tinggi, jetpam pun tidak mampu untuk mendapatkan air. Di belakang rumah pun sudah ada WC dan kamar mandi tetapi airnya berasal dari air hujan. Jadi kalau tidak ada hujan tidak ada air. Kalau begini terpaksalah kita kembali ke cara primitif yaitu melepas “hasrat “ tersebut di Danau Toba. Tetapi berbeda pada kondisi tahun 1990 yang masih sepi. Tahun 2008 sudah agak ramai, sehingga kalau kita hendak melepas “hasrat” akan terlihat oleh orang lain sehingga tidak nyaman untuk berlama-lama.

Tahun 1990 belum ada listrik.
Tahun 2008 ada listrik milik swasta tetapi sering byarr prett. Dulu sebelum tahun 2000 di tengah danau ada instalasi kincir air sumbangan dari salah satu anak kampung saya yang sukses di Jakarta tetapi sudah lama rusak. Kata penduduk sana, ketika masih hidup, listriknya tidak byar prett Menjadi pertanyaan, mengapa pemda sana tidak terpikir untuk memperbaikinya ? Kalau memang bagus mengapa pemda tidak meneruskan membangun lagi kincir air untuk kampung-kampung lain.

Tahun 1990 sudah ada program untuk pengembangan perikanan di danau toba seperti yang dilakukan di waduk Jatiluhur.
Tahun 2008 hanya daerah tertentu yang masih mengembangkan. Tidak jelas masalah apa sehingga pengembangan perikanan di danau Toba tidak berjalan baik.

Tahun 1990 Untuk pengembangan pariwisata diadakan Pesta Danau Toba yang promosinya gencar sekali sehingga banyak menarik perhatiaan turis.
Tahun 2008 Kurang promosi Pesta Danau Toba sehinnga sedikit turis yang mau mampir. Acaranya pun terkesan datar dan begitu saja. Padahal di danau Toba bisa saja diadakan lomba balapan perahu, seperti di cina/hongkong lomba perahu naga yang banyak menarik perhatian turis.

Tahun 1990 hampir semua anak-anak dari Pulau Samosir melanjutkan SMP, SMA dan Perguruan Tinggi ke kota Medan, Siantar bahkan Jakarta.
Tahun 2008 Masih banyak anak-anak dari Pulau Samosir melanjutkan SMP, SMA dan Perguruan Tinggi ke kota Medan, Siantar bahkan Jakarta. Berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh rakyat Taput hanya untuk mennyekolahkan anaknya ?

Isu pemekaran Propinsi Taput sudah berjalan kurang lebih 7 tahun. Seandainya selama 7 tahun tersebut, baik Pemda maupun Pusat menaruh perhatian terhadap kesejahteraan rakyat Sumut tentu isu pemekaran Propinsi Taput akan hilang dengan sendirinya.

Pak SBY jangan hanya bisa menjatuhkan sanksi dengan mencopot Kapolda SUMUT dan Kapoltabes Medan. Bapak harus memerintahkan Pemda/Pemerintah Pusat untuk memperhatikan kesejahteraan rakyat TAPUT. Bangun jalan, bangun agribisnis, pariwisata dan perikanan darat dengan memanfaatkan danau Toba, bangun sekolah bermutu mulai dari SD sampai SMA, bangun instalasi kincir air untuk kebutuhan listrik dan kebutuhan air.
Kalau ini dilakukan sejak dulu, pasti rakyat TAPUT tidak menuntut pemekaran.


Catatan :
Tulisan ini hanya menunjukan situasi kampung saya di Pulau Samosir. Mungkin di daerah lain sekitar Taput kondisinya bisa lebih baik atau malah bertambah buruk.